— Kehendak Tuhan

nacyn
2 min readJun 26, 2023

“Emang nggak apa-apa kita di luar kayak gini, Lia?” tanya Porco padaku yang tengah memakai syal.

Udara malam ini dingin sekali, dan kami berdua memutuskan bicara di luar rumah dengan dalih — takut disangka tetangga yang tidak-tidak. Aku mengajak Porco ke taman sebelah sekolah dasar, masih di komplek rumahku.

“Santai, di sini sepi. Bebas mau ngomong apa aja, kok.” jawabku sembari mengayunkan kedua kaki.

Lalu keheningan menyelimuti. Aku fokus dengan pikiranku, juga Porco masih terdiam seolah membisu. Ku lirik dirinya sekilas, rasa bersalah kembali menghantui diriku.

Aku merasa pemuda ini pantas mendapatkan gadis yang lebih baik, tentunya membalas cinta yang ia berikan. Hatiku menyesak, aku ingin mencoba membalas perasaannya. Tapi, semesta seolah tak merestui.

Apakah takdirku bukan dengannya?

“Cerita hari ini ada apa, kayak gimana. Lo boleh cerita, gue pasti dengerin semuanya.” akhirnya bibir itu membuka suara.

Ia menatapku sendu tak lupa mengusap lembut kepalaku. “Yaa, hari ini lumayan nggak baik sih. Gue ada masalah nilai sama Pak Levi, sedikit.” jawabku tersirat kebohongan.

Pasalnya, aku bingung harus menjawab bagaimana — yang tak membuat pemuda itu sakit.

“Lo kayaknya ada masalah mulu ya sama Pak Levi? Setiap hari yang lo aduin pasti beliau.” responnya diakhiri kekehan.

Ku balas dengan cengiran. Tak apa, kali ini aku ingin bersama Porco. “Abis gimana ya, beliau tuh nyebelin banget tau! Udah mintanya sat set sat set, tapi sempurna juga. Bingung dong yang ngerjain. Di pikir otak gue kayak Einstein apa.” sungutku kesal.

Mengingat cara Pak Lev mengajar dan memberi tugas, aku punya dendam tersendiri dengannya. Namun, beliau pun baik dalam toleransi nilai. Setidaknya beliau tak asal dalam memberi nilai yang tak seberapa itu baginya.

“Pokoknya semester ini ipk gue harus naik! Cita-cita gue cumlaude tau, Pok.” sambungku bersemangat.

Lagi-lagi ia seolah memberiku energi lewat elusan kepala. Aku sedikit malu, baru pernah diperlakukan seperti ini. Ya Tuhan, kalau saja aku lebih dulu jatuh cinta padanya, bukankah jauh lebih indah nantinya?

“Cita-cita lo keren banget, gue bangga sama lo, Lia. Gue juga berdoa sama Tuhan, apa yang lo cita-citakan dapat terwujud. Cumlaude? Jelas bisa, kalau itu lo.” Porco tersenyum tampan sekali.

“Kalau gue jatuh cinta duluan, lo nggak perlu susah payah gini, Pok. Sayangnya, Tuhan belum merestui gue jatuh cintanya sama siapa.” gumamku masih bisa didengar. Aku bahkan menunduk, tak kuat membalas tatapan pemuda bersurai blonde itu.

“Emang kita bisa maksa Tuhan?”

Aku menoleh, “Maksudnya?” tanyaku.

“Ya, emang kita bisa maksa kehendak Tuhan? Jatuh cinta termasuk takdir, nggak bisa ditentukan secara pasti mau jatuh ke siapa. Kalau udah jadi takdirnya, pasti bakal nyari jalannya sendiri.” Porco menggenggam tangaku erat.

“Julia, nanti lo sama gue juga tau kok, kita akhirnya gimana dan tentunya ada restu dari Tuhan.”

--

--

No responses yet